JANJI KEMENANGAN UNTUK PARA “PENYAIR”

PKSGunungkidul.Org -
Oleh : Dra Rahayu Aningtyas I H (Kabid BPU DPD PKS Gunungkidul)


“ Maukah Aku beritakan kepadamu ,kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka (setan) turun kepada setiap pendusta yang banyak berdosa. Mereka menyampaikan hasil pendengaran mereka, sedangkan kebanyakan mereka adalah pendusta.Dan para penyair itu diikuti oleh orang- orang yang sesat. Tidakkah engkau melihat bahwa mereka mengembara di setiap lembah dan bahwa mereka mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan? Kecuali para penyair yang beriman dan berbuat kebajikan dan banyak mengingat Allah dan mendapat kemenangan setelah terzalimi. Dan kelak orang-orang yang zalim itu akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali.” ( QS. Asy-Syuara: 221- 227 )

Saat membaca ayat-ayat di atas, jangan membayangkan bahwa para penyair itu hanya orang yang berbicara tentang cinta,estetika, dan keindahan alam. Kenyataannya, para penyair sejak dahulu mengambil peran penting dalam masyarakat sebagai pembawa berita, penutur peristiwa, motivator, bahkan mampu berperan sebagai  agitator dan provokator. Penyair adalah sastrawan sekaligus jurnalis. Penyair merekam sejarah sekaligus menafsirkan sejarah sesuai kecenderungan pribadinya terhadap peristiwa sejarah tersebut.

Pada era dakwah Rasulullah Muhammad saw., kaum muslimin memiliki sejumlah penyair ulung di antaranya: Hasan bin Tsabit, Ka’ab bin Malik dan Abdullah bin Rowahah. Para penyair tersebut memiliki tugas melawan propaganda para penyair kafir Qurays dan memotivasi pasukan muslim agar pantang menyerah dalam berjihad. Perang syair antara kedua kubu tidak kalah seru dibandingkan perang fisik. Lihat contoh syair-syair dengan latar belakang perang Uhud berikut ini.
Syair kaum kafir:
        “Betapa banyak kita bantai para tokoh
                Berasal dari keturunan terhormat dan pahlawan
                Sekiranya moyang kita di Badar menyaksikan
                Ratapan suku Khazraj dari gempuran kami
                Kami membunuh lebih banyak tokoh mereka
                Dan kami jadikan seimbang kekalahan di Badar “

Syair Hasan bin Tsabit membalas syair kaum kafir:
“ Kalian katakan berhasil, kami juga katakan berhasil
Dan begitulah kenyataan peperangan yang sebenarnya
Kami babat bahu-bahu kalian dengan pedang kami
Pada waktu itu kalian terbirit-birit melarikan diri
Di lembah-lembah bak domba yang dihalau”

Di Indonesia , tradisi bersyair pun sudah dikenal sejak lama dan menyebar luas di seluruh suku yang ada . Pada awal periode Islam Nusantara, penulisan syair berjalan seiring dengan penulisan hikayat. Hikayat,  yang penulisannya bisa menggunakan ratusan lembar lontar atau bahan lain, digunakan untuk menyampaikan ajaran Islam, menulis biografi para raja, merekam peristiwa sejarah dan mengobarkan semangat jihad. Beberapa hikayat yang terkenal hingga kini: Hikayat Aceh. Hikayat Raja-Raja Pasai, dan Hikayat Perang Sabil. 

Di dalam hikayat juga tertera banyak syair, sebagai contoh syair yang ditulis dalam Hikayat Perang Sabil,konon syair ini digunakan Cut Nyak Dhien meninabobokkan anaknya:
Mari kutimang, jantung hati lekaslah besar
Pandai anak memegang bedil, serang kafir cincang Belanda
Mari kudoa, biji sawi dalam kaca
Lekas besar anak yang manis, ganti ayah usir Belanda 

Fungsi dan peran yang dijalankan para penyair tempo dulu tidak berbeda jauh dengan para penulis masa kini, bahkan mungkin sama dengan para jurnalis dan reporter. Jika demikian, bisa ditafsirkan bahwa ayat-ayat dalam QS. Syu’ara di atas juga berlaku untuk para penulis masa kini termasuk para jurnalis,reporter, motivator, sastrawan, presenter dan semua pihak yang berkecimpung di media massa dan penulisan. 

Maka, marilah kita bersama-sama berusaha menjadi penyampai pesan yang baik, tidak menyebar fitnah dan menghakimi , berani berpihak pada kebenaran, bukan sekadar berpihak pada pemilik modal dan penguasa. Menulislah untuk kebaikan, bicaralah untuk keadilan dan kebenaran, jangan sampaikan berita bohong dan mengumbar aib orang. Semua yang kita lakukan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah SWT. Di saat kita sudah berusaha menjadi “penyair” yang lurus, niscaya Allah akan memberi kemenangan pada kita. Sungguh Allah tak pernah ingkar janji.