![]() |
Prof Dr Zainal Arifin |
PKSGunungkidul.com - Ada-ada saja, seperti kekurangan topik, DPR membahas ‘Santet’ yang
akan dimasukkan dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk
disahkan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Solo, MUI Jawa Tengah dan Nahdlatul Ulama (NU) Solo menyatakan penolakannya.
Ketua MUI Solo, Jawa Tengah, Prof Dr Zainal Arifin, mengaku, heran
dengan pemikiran para wakil rakyat di DPR yang akan mensahkan RUU KUHP
yang salah satu pasalnya memuat tentang santet.
Pasalnya, menurut Zainal, jika RUU itu disahkan tidak ubahnya para
wakil rakyat ini semakin menjerumuskan rakyat ke lembah dosa. Dalam kaca
mata Islam, lanjutnya, meyakini ilmu hitam adalah musyrik.
“Apa yang saat ini sedang dilakukan para wakil rakyat, tidak ubahnya
musyrik dan itu dosa besar,” kata Zainal Arifin seperti dikutip Okezone,
Senin (18/3/2013).
Apalagi untuk membuktikan tindak pidana santet, tambahnya, hal
tersebut sangatlah sulit karena irasional, sehingga santet tidak bisa
dimasukan ke ranah pidana.
Zainal menilai, sangat sulit membawa barang bukti dari terpidana
karena masalah santet. Silet, paku, dan jarum yang selama ini identik
dengan santet dapat dibeli di mana saja.
Jika pasal tersebut disahkan, Zainal khawatir hal tersebut bisa
digunakan oleh orang-orang jahat dengan menyebarkan fitnah bahwa orang
yang tidak disukainya adalah seorang pengguna santet.
“Lebih baik, DPR mengurusi persoalan yang lebih besar, misalnya kasus korupsi yang semakin merajalela,” tegasnya.
Senada dengan Prof Zainal, Sekretaris MUI Jawa Tengah, Ahmad Rofik,
menilai, santet merupakan hal yang kasat mata sehingga sulit dibuktikan
berdasarkan hukum yang membutuhkan pembuktian.
“Saya ingatkan kepada mereka yang ingin memasukan santet dalam ranah
hukum, bahwasannya sesuatu yang tidak tampak hanya Allah yang
mengetahuinya. Jadi manusia jangan coba-coba mengurusi itu, musyrik
nanti. Saya sarankan janganlah kalau mau disahkan,” tegasnya.
Sementara Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Solo, Helmy
Ahmad Sakdillah, menilai, RUU KUHP yang salah satu pasalnya berisi
tentang Santet sebagai bentuk mata pencarian baru para wakil rakyat
untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari pembuatan RUU tersebut.
Pasalnya, ilmu santet berhubungan dengan hal gaib, sehingga sulit untuk dibuktikan siapa pelaku santet itu sendiri.
“Sedangkan hukum di Indonesia itu untuk menentukan tersangka harus
ada yang namannya korban, barang bukti, dan saksi,” kata Helmy.
Menurut Helmy, jika RUU tersebut disahkan menjadi Undang-undang, maka
akan timbul kerancuan di masyarakat bahkan bisa disalahgunakan
pihak-pihak lain untuk memfitnah orang yang tidak disukainya.
Ia menambahkan, seharusnya bukan urusan santet yang diurus para wakil
rakyat, masih banyak urusan negara yang lebih penting untuk
diselesaikan dibandingkan harus membahas RUU tentang santet.
Seperti diketahui, saat ini DPR sedang menggodok RUU KUHP yang dalam
Pasal 293 mengatur mengenai ilmu hitam atau santet. Bunyi pasal tersebut
adalah:
(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib,
memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada
orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit,
kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak kategori IV.
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1)
melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan
sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah
dengan 1/3 (satu per tiga). (okezone)